Jakarta, IDN Times– Korea Utara kembali menguji coba paling sedikit satu rudal balistik jarak dekat ke arah perairan timur pada Jumat (7/11/2025). Angkatan Bersenjata Korea Selatan melaporkan bahwa rudal tersebut ditembakkan sejauh sekitar 700 kilometer menuju Laut Timur, yang juga disebut sebagai Laut Jepang. Pengujian ini berlangsung beberapa hari setelah Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS), Pete Hegseth, melakukan kunjungan ke Seoul untuk menghadiri pertemuan keamanan tahunan.
Dilansir dari ABC News, Kepala Staf Gabungan Korea Selatan (JCS) mengonfirmasi peluncuran tersebut dan menyebutkan bahwa senjata itu ditembakkan dari wilayah pedalaman dekat Kabupaten Taekwan barat. Rudal tersebut melewati daratan sebelum jatuh ke laut. Intelijen Korea Selatan dan Amerika Serikat disebut telah memantau persiapan peluncuran sejak awal, dan saat ini sedang menganalisis data uji coba tersebut.
Angkatan Bersenjata Korea Selatan mengumumkan telah meningkatkan pengawasan dan kesiapan menghadapi kemungkinan peluncuran berikutnya dari Pyongyang. Pemerintah Jepang juga menyatakan bahwa rudal tersebut jatuh di luar zona ekonomi eksklusifnya dan tidak menimbulkan kerusakan.
1. Jepang memastikan rudal jatuh di luar wilayah ekonomi mereka
Dilansir dari Economic Times, Perdana Menteri Jepang, Sanae Takaichi, menyampaikan kepada para jurnalis bahwa rudal Korea Utara diperkirakan jatuh di luar wilayah ekonomi eksklusif Jepang dan tidak menimbulkan dampak langsung. Ia juga menyebutkan belum ada laporan kerusakan akibat kejadian tersebut. Korea Utara hingga saat ini belum memberikan konfirmasi mengenai peluncuran tersebut.
Peluncuran tersebut terjadi empat hari setelah Korea Selatan mengumumkan bahwa Korea Utara melepaskan 10 tembakan meriam ke perairan barat pada Senin (3/11/2025), yang bersamaan dengan dimulainya kunjungan Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth ke Seoul. Kepala Staf Gabungan Korea Selatan menyatakan, Pyongyang juga sempat melepaskan jumlah tembakan yang sama pada Sabtu (1/11/2025) sebelum KTT antara Presiden Korea Selatan, Lee Jae Myung, dan Presiden Tiongkok, Xi Jinping, di Gyeongju.
Korea Utara diketahui mempercepat pengujian senjata dalam beberapa minggu terakhir, termasuk rudal hipersonik dan rudal jelajah pada bulan sebelumnya. Pada saat yang sama, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, telah menyetujui pembangunan kapal selam bertenaga nuklir oleh Seoul. Seorang pejabat dari pemerintah Korea Selatan menyatakan bahwa negaranya kini sedang berupaya memperoleh pasokan uranium yang diperkaya dari AS sebagai bahan bakar untuk kapal selam buatan sendiri.
Para analis menganggap tindakan tersebut akan menempatkan Korea Selatan dalam kategori negara-negara kecil yang memiliki kapal selam berbahan bakar nuklir. Peningkatan ini dianggap mampu memperkuat kemampuan pertahanan dan angkatan laut Korea Selatan dalam menghadapi ancaman dari Korea Utara. Setelah rapat keamanan tahunan pada Selasa (4/11/2025), Hegseth menyatakan dukungannya terhadap rencana Seoul untuk meningkatkan anggaran pertahanan menghadapi ketegangan regional.
Bulan lalu, Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, menghadiri pawai militer besar di Pyongyang yang dihadiri oleh perwakilan dari Rusia, Tiongkok, dan Vietnam. Pawai tersebut menampilkan rudal balistik antarbenua baru yang diperkirakan akan segera diuji. Pada kesempatan tersebut, Kim kembali meminta Washington untuk mencabut persyaratan denuklirisasi sebagai dasar untuk melanjutkan dialog diplomatik.
2. Kim Jong Un menolak ajakan dialog dari Amerika Serikat dan Korea Selatan
Sejak awal masa jabatannya pada tahun ini, Trump bekerja sama dengan Lee Jae Myung untuk memulai kembali komunikasi dengan Kim. Namun, Kim menolak semua upaya tersebut sejak negosiasi 2019 tidak mencapai kesepakatan karena perbedaan pendapat mengenai pertukaran pengurangan sanksi dengan pembongkaran program nuklirnya.
Kim pernah menyampaikan pada bulan September bahwa dia bersedia berdiskusi jika Amerika Serikat bersedia mencabut tuntutan agar Korea Utara menyerahkan senjata nuklirnya. Selama kunjungan ke Korea Selatan pekan lalu, Trump kembali menunjukkan kemauannya untuk bertemu dengan Kim, memicu harapan akan adanya pertemuan mendadak antara keduanya.
Namun, Kim tidak merespons undangan terbaru tersebut. Ia sebelumnya menyatakan masih memiliki kenangan baik saat berjumpa dengan Trump dan tidak menolak komunikasi selama Washington menghentikan tekanan terhadap negaranya untuk menyerahkan senjata nuklir. Kim juga tidak merespons undangan pertemuan ketika Trump hadir dalam KTT Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) di Gyeongju pekan lalu.
Kementerian Luar Negeri Korea Utara mengklaim bahwa pemerintahan Trump tetap bersikap tidak ramah dengan memberikan sanksi kepada pejabat dan lembaganya karena dugaan tindakan pencucian uang. Pyongyang berjanji akan merespons tanpa merinci bentuk tindakannya. Sejumlah ahli menyatakan pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Korea Utara tidak memandang pentingnya segera membuka kembali komunikasi dengan Washington.
3. Korea Utara dan Rusia membicarakan peningkatan kerja sama militer
Dilansir dari Al Jazeera, pejabat militer Korea Utara dan Rusia dilaporkan mengadakan pertemuan di Pyongyang minggu ini guna membahas penguatan kerja sama pertahanan. Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) menyebutkan bahwa pertemuan tersebut dipimpin oleh Wakil Direktur Biro Politik Umum Tentara Rakyat Korea, Pak Yong Il, dan Wakil Menteri Pertahanan Rusia, Viktor Goremykin.
KCNAmelaporkan kedua belah pihak sepakat untuk memperkuat hubungan pertahanan sebagai bagian dari kemitraan strategis yang telah disetujui oleh Kim dan Presiden Rusia, Vladimir Putin. Hubungan tersebut dikatakan semakin kuat di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik global.
Di sisi lain, lembaga intelijen Korea Selatan mengamati adanya kegiatan pelatihan dan perekrutan baru di Korea Utara yang diduga berkaitan dengan pengiriman pasukan ke Rusia. Seoul memperkirakan bahwa Pyongyang telah mengirim sekitar 15.000 tentara untuk mendukung perang melawan Ukraina, dengan banyak dari mereka gugur di medan perang.
Selain itu, Badan Intelijen Nasional Korea Selatan juga menyebutkan bahwa Kim telah mengirim sekitar 5.000 tentara konstruksi militer ke Rusia sejak September guna mendukung proyek pemulihan infrastruktur di negara sekutunya tersebut.
Korea Selatan Mengatakan Korut Mengirim Tentara ke Rusia, Berpura-pura Sebagai Pekerja Konstruksi Jepang Menginginkan Pembicaraan dengan Korea Utara, Kim Jong Un Acuh! Pemimpin Mantan Negara Korea Utara, Kim Yong Nam Meninggal Dunia di Usia 97 Tahun






