AdinJavaBadai, badai topan, atau siklon tropis adalah peristiwa atmosfer besar yang terjadi di atas permukaan laut dan dapat menyebabkan kerusakan yang sangat besar.
Ketiganya merupakan suatu kejadian yang sama, tetapi memiliki nama yang berbeda tergantung daerahnya. Di Indonesia, kejadian tersebut umumnya dikenal sebagai siklon tropis.
Dampak yang timbul akibat adanya siklon tropis meliputi angin kencang, hujan lebat, banjir, serta gelombang besar di suatu daerah.
Namun, menariknya, badai tropis ini sering diberi nama-nama yang istimewa dan selalu berbeda setiap kali.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melalui akun Instagram resminya rutin memberikan pemberitahuan mengenai berbagai siklon tropis yang terdeteksi di wilayah tersebut. Tropical Cyclone Warning Center (TCWC) Jakarta.
Nama-nama seperti Kalmaegi dan Fung-Wong teramati pada bulan Oktober-November 2025. Selain itu, juga terdapat Badai Melissa yang berada di Jamaika.
Lalu, berasal dari mana penamaan badai itu?
Asal usul penamaan badai siklon tropis
Stasiun Peringatan Badai Siklon Tropis (TCWC) Jakarta dari BMKG, Agus Salim mengatakan, bahwa pemberian nama badai siklon tropis dilakukan agar memudahkan komunikasi antarstasiun cuaca.
“Menurut National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), sistem penggunaan nama badai tropis awalnya diciptakan agar memudahkan komunikasi antara stasiun cuaca, kapal laut, dan lembaga pemantau yang tersebar luas,” ujar Agus saat dihubungi.AdinJava, Sabtu (8/11/2025).
Penggunaan nama unik dan pendek ini diketahui lebih efektif dibandingkan metode lama yang memakai koordinat lintang–bujur.
Ini juga bisa mengurangi kebingungan ketika beberapa badai terjadi secara bersamaan di daerah yang berbeda.
“Secara historis, penggunaan nama badai tropis dimulai di Kepulauan Karibia, di mana badai diberi nama berdasarkan hari kudus dalam kalender gereja,” kata Agus.
Mendekati akhir abad ke-19, Clement Wragge, seorang ahli meteorologi dari Australia, mulai memberi nama wanita pada badai tropis.
Praktik ini kemudian menyebar secara luas, khususnya selama Perang Dunia II, ketika para ahli meteorologi militer Amerika Serikat (baik dari Angkatan Darat maupun Angkatan Laut) mulai menggunakan nama wanita agar mempermudah pembahasan dalam penyusunan peta cuaca.
Pada tahun 1953, Amerika Serikat secara resmi memulai penggunaan nama-nama perempuan untuk badai tropis, menggantikan sistem lama yang berbasis alfabet fonetik (seperti Able, Baker, Charlie).
Namun, setelah muncul kritik mengenai ketimpangan gender, Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) pada tahun 1978–1979 menetapkan aturan baru agar daftar nama badai tropis mencakup nama laki-laki dan perempuan secara bergantian.
“Oleh karena itu, alasan utama dalam menggunakan nama badai adalah untuk meningkatkan kejelasan komunikasi, efisiensi penyampaian informasi, serta konsistensi global dalam pelaporan peristiwa cuaca ekstrem,” tambah Agus.
Penggunaan nama badai tropis di Indonesia
Di siklon tropis yang berkembang di wilayah tanggung jawab TCWC Jakarta, Agus menyatakan, akan diberi nama bunga dan buah.
Penggunaan nama bunga dan buah tersebut dimaksudkan agar lebih mudah diingat dan tidak menimbulkan rasa takut.
“Selain itu, sesuai dengan nama wilayah di kawasan laut Samudra Hindia bagian tenggara dan Samudra Pasifik barat daya,” katanya.
Selanjutnya, Agus menyampaikan bahwa nama-nama yang digunakan akan dibagi menjadi dua daftar nama badai.
“Daftar pertama adalah daftar A yang menjadi daftar utama, sedangkan daftar B merupakan daftar cadangan,” ujar Agus.
Penggunaan nama tersebut dilakukan secara bergantian. Daftar nama badai tropis dalam daftar A nantinya akan dihapus jika menimbulkan dampak yang besar.
Selanjutnya, contoh nama-nama dalam daftar A meliputi Anggrek, Bakung, Cempaka, Dahlia, Flamboyan, Kenanga, Lili, Melati, Rambutan, Teratai.
“Sementara nama-nama dalam daftar B, yaitu Anggur, Belimbing, Duku, Jambu, Lengkeng, Manggis, Nangka, Pepaya, Terong, Sawo,” ujar Agus.






