Ringkasan Berita:
- Warung makanan laut yang harga mahal mendapatkan berbagai keluhan dari pengunjungnya.
- Persoalan warung di NTT juga menjadi perhatian
- Kini viral nasib pengunjungnya
AdinJavaSedang menjadi topik pembicaraan di media sosial mengenai kasus sekelompok pembeli yang menghabiskan puluhan juta rupiah di sebuah warung makan seafood.
Pengunjung menikmati masakan lezat di kawasan Kuliner Kampung Ujung, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur.
Mereka sangat terkejut ketika acara yang berlangsung pada malam hari Minggu (26/10/2025) berakhir dengan rasa kecewa.
Kemudian keluhan salah seorang anggota rombongan, yaitu Pauline Suharno, Ketua Umum ASTINDO, menjadi viral di media sosial.
Awalnya, para pedagang atau penjual ikan laut telah mengumumkan tentang harga yang ditentukan.
Penjual dengan inisial Y memberikan pernyataan dan menjelaskan fakta mengenai kejadian tersebut pada hari Kamis (30/10/2025) malam.
Y membantah tudingan harga yang diberikan kepada pembeli yang diketahui merupakan rombongan agen perjalanan.
Harga yang dinaikkan secara tidak wajar atau terlalu mahal, umumnya dilakukan terhadap konsumen yang dianggap tidak mengetahui harga pasar.
“Tidak benar tuduhan tersebut. Semua telah dijelaskan sejak awal,” ujar Y, dilansir dari Tribun Jateng, seperti dikutip AdinJava, Sabtu (8/11/2025).
Y mengatakan telah memberi tahu harga sejak awal kepada pengunjung.
Menurut Y, sebenarnya rombongan tersebut meminta potongan harga atau diskon setelah mengetahui jumlah yang harus dibayar.
Berikut adalah daftar keluhan dari rombongan pembeli tersebut, sebagaimana dikumpulkan oleh AdinJava
Mengeluh terlalu mahal
Saat tagihan diberikan, beberapa anggota rombongan mengeluhkan harga yang dinilai terlalu mahal.
Namun, Y menekankan bahwa semua harga telah diumumkan sejak awal.
Ia bahkan meminta para nelayan yang menyuplai ikan untuk menjelaskan secara langsung harga pasaran.
Nelayan mengakui harga tersebut sesuai dengan harga ekspor. Namun, ada yang justru marah dan mengatakan ikan di laut itu gratis,” kata Y.
Ia menekankan bahwa total tagihan sebenarnya adalah Rp15,8 juta termasuk pajak, dan rombongan akhirnya membayar Rp14,3 juta setelah meminta diskon.
“Maka bukan karena kesalahan perhitungan, melainkan karena mereka meminta potongan harga,” katanya sambil menunjukkan bukti pembayaran.
PPN 10 persen ditambah Rp 2 juta
Pauline, pembeli menjelaskan jumlah awalnya sebesar Rp14 juta, kemudian ditambahkan pajak sebesar 10 persen, sehingga totalnya menjadi Rp16 juta.
Rombongan pun kaget.
Harga yang ditetapkan oleh pedagang menurut mereka terlalu tinggi dan merasa diperlakukan tidak adil.
Keluhan Pengunjung Domestik
Menurutnya, harga yang ditetapkan seharusnya tidak sama antara wisatawan lokal dan asing.
“Kami adalah turis lokal, seharusnya ada perlakuan yang berbeda,” tambahnya.
Ia juga berpendapat bahwa para pedagang sebaiknya memberikan informasi mengenai harga makanan dari awal, sebelum hidangan disajikan.
Nota ditulis pakai tangan
Pauline Suharno sebagai pembeli juga menyampaikan rasa kecewa dan keluhan ketidakpercayaan terhadap dokumen yang ditulis.
Pauline turut menyesali adanya surat tagihan yang hanya ditulis tangan, sehingga menimbulkan keraguan mengenai kejelasan pajak.
“Kami mematuhi aturan pajak, tetapi ingin tahu apakah uang pajak benar-benar disetor atau tidak,” katanya.
Ditawar tetap tidak masuk akal
Pauline kembali menyampaikan kekecewaannya.
Ia mengatakan, total tagihan yang diterima oleh rombongan yang terdiri dari 20–30 orang awalnya mencapai Rp16 juta termasuk PPN sebesar 10 persen.
“Kami meminta dihitung ulang, dan akhirnya berkurang menjadi Rp11 juta. Namun tetap saja ini contoh yang tidak baik,” ujar Pauline di Labuan Bajo.
Sementara para pedagang bersikeras bahwa mereka tidak salah dalam menghitung seluruh jumlah pesanan yang dipesan oleh rombongan tersebut.
Pedagang mengakui telah menyampaikan informasi mengenai harga sejak awal.
Pedagang Bantah Keras
Pernyataan Pauline ditolak oleh seorang pedagang dengan inisial Y, yang diwawancarai oleh Kompas.com pada malam Kamis (30/10/2025).
Ia menyangkal berita mengenai “getok harga” tidak benar.
“Tidak benar tuduhan tersebut. Semua telah dijelaskan sejak awal,” ujar Y.
Berdasarkan pengakuan Y, peristiwa dimulai ketika seorang pria tiba sekitar pukul 18.00 WITA dan memesan makanan untuk 18 orang.
Pada saat itu, pelanggan diberikan pilihan antara ikan lokal atau ikan impor dengan harga yang berbeda.
“Kepiting di akuarium dijual dengan harga Rp350 ribu per kilogram karena ukurannya yang besar. Ikan ekspor dihargai Rp300 ribu per kilogram, sedangkan lobster seharga Rp700 ribu,” katanya.
Pembeli, kata Y, menyetujui harga yang dimaksud.
Bahkan ketika rombongan tiba dan jumlah tamu meningkat menjadi 26 orang, pesanan juga bertambah.
Termasuk tambahan lima ekor kepiting, lima ekor lobster, tiga ekor cumi besar, serta berbagai pilihan hidangan ikan dan udang.
Tagih sesuai Harga Ekspor
Ketika tagihan diberikan, beberapa anggota rombongan mengeluhkan harga yang dinilai terlalu mahal.
Namun, Y menekankan bahwa semua harga sudah diumumkan sejak awal.
Ia bahkan meminta para nelayan yang menyuplai ikan untuk memberikan penjelasan langsung mengenai harga pasaran.
Nelayan mengakui harga tersebut sesuai dengan harga ekspor. Namun, ada yang justru marah dan mengatakan ikan di laut itu gratis,” ujar Y.
Ia menekankan bahwa total tagihan sebenarnya adalah Rp15,8 juta termasuk pajak, dan rombongan akhirnya membayar Rp14,3 juta setelah meminta diskon.
“Maka bukan karena kesalahan perhitungan, melainkan karena mereka meminta potongan harga,” katanya sambil menunjukkan bukti pembayaran.
Informasi terkini dan menarik lainnya di Googlenews AdinJava






